Selasa, 01 Februari 2011

SDIT Al Islam Kudus - Kisah Totto-Chan

Akhir-akhir ini orang tua yang mempunyai anak masuk usia sekolah dasar sudah disibukkan dengan pencarian informasi mengenai sekolah yang memiliki sistem pendidikan 'yang bagus’

Didaerah saya saja sebut saja SDIT Al Islam Kudus, mulai awal bulan Januari orang tua yang menanyakan waktu pendaftaran masuknya telah begitu banyak, antusias masyarakat untuk memasukkan anaknya ke SDIT Al Islam begitu tinggi, tidak tau juga pikiran mereka apakah mereka menganggap SDIT Al Islam adalah termasuk sekolah ‘yang bagus’ atau mungkin karena pertimbangan yang lain. Dan memang kalau kita melihat orang memilih sekolah biasanya mempertimbangkan tentang ‘bagusnya sekolah’, entah itu mungkin dinilai dari segi bagunan fisiknya, atau mungkin dari bagaimana para pendidik dalam menghadapi anak-anak didiknya, dan juga mungkin pertimbangan yang lainnya Bagaimana dengan SDIT Al Islam ? apakah memenuhi kriteria di atas sehingga orang tertarik dengan sekolah tersebut. Kita sendirilah yang dapat menilainya jika kita telah mengetahui informasi tentang sekolah tersebut.

Ada sebuah kisah menarik  - Totto Chan
Seorang gadis kecil yang senang duduk di tepi jendela kelas tiba-tiba memanggil pemusik jalanan saat jam pelajaran berlangsung dan meminta mereka memainkan musik. Tentu saja kelas jadi tidak keruan. Di lain waktu, sang gadis kecil melongok keluar jendela dan bertanya,"Hei, kau sedang apa ?" berulang-ulang. Karena penasaran dan mengganggu suasana belajar, sang guru melihat keluar jendela, mencari tahu siapa yang diajak bicara oleh si gadis kecil, tidak ada siapa-siapa karena ternyata yang diajak bicara adalah sepasang burung Walet yang sedang membuat sarang.
Karena dianggap anak bandel atau nakal dan sulit diatur, akhirnya gadis kecil masih kelas 1 SD itu dikeluarkan dari sekolahnya. Padahal, ia bukanlah bandel atau nakal, hanya saja...tidak banyak orang yang bisa menghargai anak kecil yang penuh semangat dan rasa ingin tahu yang besar seperti dirinya.
Beruntung setelah dikeluarkan dari sekolah itu, sang ibu mengajaknya ke sebuah sekolah yang berbeda dengan sekolah-sekolah lainnya. Disebut berbeda karena anak-anak tidak belajar di gedung sebagaimana umumnya sekolah melainkan di gerbong-gerbong kereta tua yang sudah tak terpakai lalu disulap menjadi ruang yang menyenangkan bagi anak-anak.
Kenapa gadis kecil itu dikatakan beruntung disekolahkan di sana? Karena tempat tersebut dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang baik hati, tulus menyayangi dan mengerti betul perkembangan jiwa anak-anak. Kepala sekolah tersebutlah yang menilai dirinya sebagai seorang anak yang baik di saat guru yang lain menilainya sebagai anak bandel. Beliaulah yang bersedia berjam-jam melayani obrolan sang gadis kecil kemudian memutuskan untuk menerima ia menjadi bagian dari murid di sekolah itu.
Sang kepala sekolah menerapkan kebijakan menerima berbagai siswa dengan segala keunikan yang dianugrahkan Allah pada mereka. Di sana setiap anak bebas menentukan urutan pelajaran yang ingin mereka lakukan setiap hari juga tidak ada guru yang memaksakan atau menghukum ini dan itu. Beliau pun selalu mendorong semua murid untuk menjadi diri sendiri, menikmati kegiatan mereka dan tentunya belajar menjadi anak-anak yang sopan dan bertanggung jawab.
Sebagai contoh, ketika si gadis kecil mengaduk-aduk dan menguras isi kolam penampung kotoran karena ia sedang mencari dompetnya yang hilang terjatuh kedalam lubang kakus. Bukannya memarahi atau menyuruh berhenti, bapak kepala sekolah hanya berlalu dengan tenang ketika si gadis kecil berjanji akan mengembalikan semua kotoran kembali kedalam lubangnya dan membersihkan kekacauan yang ia perbuat.
Di lain waktu si gadis kecil meminjam uang 20 sen untuk membeli sepotong kayu yang bisa menentukan orang sakit atau tidak dari tukang obat keliling. Pak Kepala Sekolah dengan senang hati meminjamkan uangnya asalkan ia boleh juga mencoba menggigit kayu tersebut. Padahal beliau sudah mengetahui kalau tukang obat itu adalah gadungan. Ia tak sampai hati merusak keceriaan dan semangat si gadis kecil yang begitu senang mengetahui kalau teman-teman dan kepala sekolahnya sehat setelah meggigit kayu tersebut.
Ah, sepertinya Anda sudah bisa mengingat kelanjutan kisah nyata yang dialami penulis bernama Tetsuko Kuroyanagi itu. Melalui tokoh utama bernama Totto-chan, ia menuliskan kisah masa kecilnya bersekolah di Tomoe Gakuen yang pernah ada di masa perang dunia ke dua di Jepang, sebagai wujud rasa hormatnya kepada sang kepala sekolah bernama Sasuko Kobayashi.
Kata-kata yang selalu terkenang dalam ingatan Totto-chan adalah saat Pak Kobayashi selalu mengatakan"kamu memang benar-benar anak yang baik", apa pun ulah yang dilakukan Totto-chan di sekolah Tomoe yang membuatnya betah di sekolah tersebut dan berusaha untuk menjadi anak yang lebih baik lagi.
Saya benar-benar terkesan saat membaca kisah nyata Totto-chan ini dan sulit dipercaya, ternyata setelah delapan tahun berlalu dari saya membaca kisahnya, potongan cerita terutama karakter pendidik sejati yang ada pada bapak Kobayashi begitu melekat dalam ingatan saya. Rasanya masih terbayang bagaimana ketika Pak Kobayashi berusaha untuk menumbuhkan semangat dan memotivasi murid yang keadaan fisiknya berbeda dari teman-temannya. Beliau mengadakan lomba olah raga yang dirancang sedemikian rupa sehingga yang bisa melakukan dengan baik adalah murid khusus tersebut dan tentunya sang anak tersebutlah yang jadi pemenangnya.
Teringat juga saat Pak Kobayashi menetapkan aturan bekal yang dibawa anak-anak adalah yang bersumber dari darat dan laut. Sehingga setiap anak tidak minder ketika bekal yang dibawa berbeda dengan temannya karena yang terpenting makanan yang dibawa telah memenuhi kriteria makanan darat dan laut.
Masih banyak lagi kebijakan-kebijakan Pak Kobayashi yang sungguh membuat saya kagum sekaligus malu pada diri sendiri. Kenapa? Karena saya sebenarnya telah memiliki panutan yang luar biasa akhlaknya jauh melebihi keindahan akhlak sang kepala sekolah tersebut. Sebenarnya, apa yang dilakukan Pak Kobayashi dalam hal menghargai dan menyayangi anak-anak, mengasuh dan mendidiknya dengan penuh ketulusan, telah diajarkan dan dicontohkan sendiri oleh Rasulullah SAW dalam kehidupan nyata beliau sebagaimana diriwayatkan dalam berbagai hadits.
Pak Kobayashi hanyalah sesosok manusia yang tanpa disadarinya telah meneladani kemuliaan akhlak Rasulullah SAW, yang membuat anak-anak didiknya merasa berharga menjadi manusia dan mengenang Tomoe sebagai sebuah tempat terindah sepanjang hidup mereka.
Semoga SDIT Al Islam Kudus, sekolah semodel Tomoe, seperti tercermin pada kisah Totto-chan dan yang paling utama adalah meneladani kemuliaan akhlak Rasulullah SAW.

0 komentar:

Posting Komentar